Rabu, 29 Agustus 2012

Karna kita beda!

Dalam salah satu buku yang berjudul “Psikologi Suami Istri” disebutkan bahwa ada perbedaan mendasar psikis, naluriah, maupun kebiasaan antara suami dan istri. Suami sebagai laki-laki dengan sifatnya yang khas, begitu pula dengan istri sebagai wanita dengan kekhasan nalurinya, kadang menjai kendala ketidakharmonisan akibat satu sama lain belum memahami perbedaan ini.

Jauh sebelum dibahas dalam buku kontemporer ini, sebenarnya Allah SWT sudah mengabarkan ini dalam Al-Qur’an.

Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatunya dengan keteraturan yang sempurna. Tiada yang melebihi kemampuan, kekuatan, dan kuasaNya.



Allah menciptakan laki-laki dan perannya sebagai pemimpin dan kepala keluarga dan wanita sebagai manajer rumah tangga. Masing-masing memiliki lading pahalanya masing-masing yang tiada dibedakan nilainya melainkan hanya dari derajat taqwanya. 
 Seorang suami dengan naluri kelelakiannya, ia bertaruh waktu dan tenaga dari pagi sampai malam bercucuran keringat untuk mencari nafkah, menghidupi istri dan anak-anaknya. Ia ikhlas, rela, dan bangga dengan peran yang dianugerahkan Allah padanya. Jika ditunaikan dengan perjuangan dan pengorbanan, pahala akan mengalir baginya.

Begitu pula dengan seorang istri dengan naluri keibuannya, segala rasa sakit dan peluh yang ia rasakan sejak mengandung anaknya dengan beban yang bertambah-tambah setiap harinya sampai pada puncaknya ia merelakan ambang sakitnya, meregang nyawa untuk melahirkan, setelahnya pun ia menyempurnakan dengan masa menyusui dan merawat anaknya sampai besar, semua ia jalani dengan sabar dan penuh pengorbanan. Ia pun mendapatkan pahala darinya.

Semasa kecil dulu, saya sempat berpikir enaknya menjadi laki-laki yang tidak perlu memikirkan beban ketika hamil, sakit saat melahirkan, dan repotnya mengurus anak. Tapi saya salah besar. Laki-laki dengan tugasnya juga punya tanggung jawab dan amanah yang sama besarnya, yakni sebagai sang pemimpin dalam keluarga yang mungkin jika diberikan pada perempuan, ia takkan mampu menjalankan sebaik laki-laki, dan sebaliknya. Ternyata peran itu telah diatur sedemikian rupa olehNya, selanjutnya adalah bagaimana keduanya bersyukur atas ladang pahala yang disediakan Allah, saling melengkapi dan memahami atas perbedaan tersebut. Karena Allah Maha Tahu dan ia tidak akan memberikan beban dan amanah yang seseorang tidak mampu menjalankannya. Sesungguhnya kita pasti mampu. Tinggal tawakkal dan berserah padaNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar